Apa itu Belajar (Psikologi Belajar)
Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Fakultas Psikologi, Prodi Psikologi
Psikologi belajar adalah ilmu yang membahas bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Belajar itu bukan hanya sekedar menghapal informasi, tetapi juga melibatkan perubahan perilaku dan cara berpikir. Dalam dunia pendidikan, pemahaman ini penting agar guru dapat mengajarkan materi dengan cara yang lebih efektif.
Menurut Schunk, D. H (2015) karakteristik belajar adalah perubahan bersifat permanen, adanya usaha, dan perubahan karena proses belajar. Jadi proses belajar itu mulanya dari yang tidak tahu, kemudian ada proses belajar yang kemudian menjadi tahu, jadi akan selalu ada proses perubahan. Tapi kalau misalnya seseorang mengikuti proses belajar tetapi tidak mendapatkan apapun, tidak ada perubahan perilaku apapun berarti seseorang itu tidak melalui proses belajar, karena proses belajar itu intinya adalah adanya proses perubahan tingkah laku. Baik tingkah laku fisik, kognitif, afektif maupun psikomotorik
Oleh karena itu, aspek belajar itu ada 3 menurut Schunk yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam proses pendidikan, adalah sangat penting untuk adanya 3 aspek tersebut. Jadi pendidikan itu tidak hanya dengan dosen/guru memberikan informasi kepada mahasiswa/siswa tetapi juga harus ada proses kognitif, afektif , dan psikomotor. Misalnya dosen/guru memberikan motivasi dan semangat kepada mahasiswa/siswa ketika di kelas, maka itu adalah proses afektif. Untuk mahasiswa psikologi misalnya, ada kode etik yang menyebutkan bahwa tidak boleh untuk memfoto dan mempublikasikan data diri klien, tapi ternyata tetap dipublikasikan, berarti mahasiswa tersebut tidak mendapatkan atau tidak belajar aspek psikomotor, karena tidak adanya perubahan perilaku.
Dalam psikologi pendidikan ada yang namanya Taksonomi Bloom. Taksonomi bloom adalah model yang digunakan untuk mengkategorikan tujuan pembelajaran. Tahapan-tahapan dimana seseorang itu belajar dalam taksonomi bloom ini yaitu: Remember, Understand, Apply, Analyze, Evaluate, dan Create. Jadi dalam proses belajar, seseorang itu harus mengingat tentang informasi terlebih dahulu, setelah mengingat selanjutnya dia harus memahami, setelah dipahami, dia kemudian melakukan, setelah dilakukan kemudian melakukan evaluasi (apakah yang saya lakukan benar, apakah cocok untuk saya, apakah perlu modifikasi, dll) dan tahapan yang paling tinggi dari proses belajar adalah membuat sesuatu. Misalnya: di dalam mata kuliah kepribadian, saya sudah mendapatkan informasi bahwa emosi itu adalah ekspresi dari afeksi kita, boleh dikeluarkan tapi dengan regulasi tertentu. Jadi ketika saya marah, bukan berarti saya boleh mengekspresikannya dengan melukai orang lain. tetapi kalau saya tetap melakukannya, berarti saya masih barada di tahap mengingat dan memahami, belum sampai ke tahap yang lainnya. Padahal dalam proses belajar yang baik itu harus terus naik keatas. Jadi misalnya ketika saya marah, setelah mengingat dan mengerti kemudian saya melakukan, yaitu ketika saya marah saya tidak mengekspresikan kemarahan saya dengan memukul atau melukai orang lain, kemudian saya melakukan evaluasi yaitu ketika saya marah saya tidak bisa untuk diam karena tipikal saya adalah harus berbicara mengeluarkan semua yang saya rasakan, kemudian saya berbicara dengan adik, sahabat atau pasangan saya. disitulah terjadinya proses belajar.
Belajar diukur berdasarkan perilaku. Belajar bukan hanya tentang mendapatkan informasi, tetapi juga tentang perubahan nyata dalam perilaku, keterampilan, dan respon emosional. contoh: Mahasiswa yang terbiasa menunda-nunda tugas yang diberikan oleh dosennya mulai menyadari bahwa kebiasaan buruknya ini malah menyebabkan stress dan hasil akademik yang kurang optimal. Setelah dia mengikuti workshop tentang manajemen waktu, dia mulai membuat jadwal belajar dan menerapkan teknik pomodoro yang menjadikan dia lebih disiplin dan bisa menyelesaikan tugas tepat waktu. Disini terjadi proses belajar, yaitu adanya perubahan perilaku yang membuat dia lebih disiplin.
Perubahan perilaku tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses belajar. Tidak selalu orang yang tadinya adalah orang yang emosian setelah belajar manajemen emosi langsung berubah menjadi orang yang kalem dan pendiam. Perubahan bisa terjadi secara laten, tau dulu, disimpan, endapkan, dan sewaktu-waktu proses belajar itu akan terpanggil. Seseorang bisa belajar sesuatu tetapi tidak langsung menunjukkan perubahan perilaku. Terkadang hasil belajar baru terlihat di kemudian hari ketika ada sesuatu yang memicunya.
Perubahan perilaku berasal dari pengalaman atau praktik langsung. Belajar tidak hanya melalui teori atau instruksi, tetapi juga melalui pengalaman nyata dan latihan. Seseorang bisa lebih memahami dan menguasai suatu keterampilan ketika mengalami dan mempraktikannya sendiri. contoh: Seorang pemain volly ball yang ingin meningkatkan skill permainan dan taktik dalam menghadapi lawan, tentu tidak cukup hanya dengan membaca buku teori tentang bagaimana bermain volly yang baik dan benar, tetapi dia harus mencoba berbagai teknik dan mempraktikannya langsung pada saat bermain menghadapi lawan. Praktik efeknya lebih kuat dibandingkan dengan hanya mendengarkan.
Pengalaman dan praktik harus diperkuat. Perubahan perilaku yang diperoleh melalui pengalaman atau latihan menjadi lebih efektif dan bertahan lama, diperlukan penguatan. Penguatan bisa berupa reward (hadiah) feedback (umpan balik), atau repetisi (pengulangan). Contoh: Ketika orang tua tersenyum, memberikan pujian dan merespon dengan membeerikan pelukan dan tepuk tangan kepada anak yang sedang belajar berjalan, maka anak akan merasa senang dan akan terus memcoba untuk belajar berjalan, walaupun dari proses belajar itu ada jatuhnya. Tapi anak akan terus mencoba karena sudah mendapatkan perhatian dan pujian. Pujian disini berfungsi sebagai penguatan positif untuk anak.
Perubahan perilaku akibat proses belajar. Semua ilmu pengetahuan membutuhkan persoalan yang dapat diamati dan dapat diukur, dan di dalam psikologi yang diukur adalah perilaku, karena kognitif tidak bisa diukur. Contoh: ada mahasiswa yang suka emosian ketika belajar, dosen sudah meberikan pemahaman, berarti afektif masuk. Kemudian ada perubahan afektif di dalam perilakunya dimana dia jadi berperilaku sopan dan lembut. Perilakunya tidak suka marah-marah lagi, yang bisa kelihatan adalah bahwa mahasiswa itu sudah tidak sering marah-marah lagi. jadi perilaku lah yang bisa diukur. Tapi bukan berarti belajar itu adalah perilaku karena yang diukur itu adalah proses dari perilaku itu terbentuk yang dinamakan belajar. Mulai dari pengalaman dulu (dilakukan), ada proses belajar, kemudian adanya perubahan perilaku.
Tapi kalau memakai teori behavioristik yang dikemukakan oleh B. F. Skinner, Jhon Watson, dan Pavlov, mereka berpendapat bahwa belajar itu bisa diukur melalui respon yang tampak setelah diberikan stimulus tertentu
Jadi kenapa kita belajar? karena sebenarnya belajar itu akan membuat kita survive. Bayangkan kalau kita tidak pernah belajar, kita tidak pernah mengambil pelajaran dari sesuatu. Oleh karena itu ada Homostatic Mechanism di dalam tubuh kita yang sudah ada sejak lahir. Homostatic Mechanism adalah penyesuaian otomatis tubuh agar menjaga keseimbangan fisiologis dan biologis. Contohnya: Kenapa kita berkeingat? karena kita merasa kepanasan. Keringat yang keluar adalah usaha dari tubuh kita untuk membuat suhu tubuh tetap stabil. Pernah gak ketika mau jalan kita sudah memikirkan untuk memakai baju berwarna merah. Tetapi ketika sudah ada di depan lemari, tiba-tiba kita berubah pikiran, tidak lagi mau memakai baju warna merah tadi tapi baju berwarna putih yang kita pilih. Itu berarti salah satu respon tubuh bahwa kita membutuhkan baju berwarna putih itu untuk menyeimbangkan energi tubuh kita.
Komentar
Posting Komentar